Diberdayakan oleh Blogger.
Home » » Kemandirian Solusi Macetnya Politik Nasional

Kemandirian Solusi Macetnya Politik Nasional

Written By Iji Jaelani on Kamis, 07 September 2017 | 14.24

Kemandirian Solusi Macetnya Politik Nasional

Iji Jaelani[1]

kemadirian, jaringan kemandirian nasional, JAMAN, politik nasional, solusi kemacetan politik nasional
ilustrasi politik nasional
Dalam demokrasi yang terjadi sekarang ini, kebebasan berekspresi di ruang politik adalah keniscayaan yang tidak boleh dilanggar. Melanggar kebebasan berekspresi dimaknai sebagai pelanggaran terhadap nilai-nilai demokrasi itu sendiri karena suara demokrasi adalah suara rakyat. Begitu pun sebaliknya, rezim yang memasung kebebasan berekspresi dinilai sebagai rezim yang diktator, fasis, atau pun otoriter.
Kasus yang paling menyedot emosi massa dan sistem pemerintahan sekarang ini misalnya adalah dugaan penodaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahya Purnama dan polemik pendirian khilafah Islamiah oleh Hizbut Tahrir Indonesia. Pada kasus kedua merupakan quo vadis ekspresi agama di negara demokrasi, di mana atas nama demokrasi HTI menyuarakan khilafah mengganti NKRI dan demokrasi itu sendiri.

Membongkar Akar Masalah: Demokrasi itu Sendiri Bermasalah

Atas nama demokrasi, kasus dugaan penistaan itu terjadi hingga aksi berjilid jilid dan aksi tandingan yang serupa. Atas nama demokrasi pula HTI mengutuk demokrasi. Rasionalitas semacam itu dalam mencapai tujuan tentu sah sah saja, terlebih di era teknologi, rasio hanya dijadikan alat untuk mencapai tujuan.
Rasionalitas instrumentalitas merupakan merupakan bagian dari sistem industialisasi, anak kandung kapitalisme, dan tentunya demokrasi itu sendiri yang menjadi masalah: demokrasi liberal! Untuk mencapai tujuan politik, seseorang boleh menggunakan media apapun, baik agama, media, budaya, serta boleh dengan cara apapun, baik sentimen suku, agama, ras, dan antar golongan. Dengan demikian, maka muculnya gerakan gerakan keagamaan dan gerakan gerakan politik seperti di atas jelas bagian dari skema demokrasi liberal itu sendiri yang dijalankan oleh pihak pihak yang berkepentingan.
Karena logika instrumental tersebut dan karena demokrasi liberal tersebut, tidak heran jika atas dasar ambisi politik seseorang atau sekelompok orang menggunakan cara politik yang rasis dan sektarian.
Fenomena menguatnya issue elit adalah skema bubble politik (gelembung politik), yakni masalah yang mengembang tapi tidak pokok, hampa seperti gelembung di permukaan.  Sejatinya, bubble politik merupakan ekses dari demokrasi liberal karena kebebasan beragama dan kebebasan berpartai politik menemui kebuntuan dalam menuntaskan persoalannya masing masing. Agama sebagai jalan  keselamatan dan spirit perdamaian dan perubahan sudah lumpuh dan kehilangan fungsinya, diganti menjadi komoditas politik. Begitu pula partai politik sering menggoda agama untuk meraih kekuasaan, bukan mengambil spirit keagamaan untuk mendorong percepatan perubahan.
Di tengah tempaan pusaran demokrasi neoliberal, sosio-ekonomi masyarakat Indonesia masih menyisakan sisa-sisa feodal dan kolonial. Feodalisme menandakan adanya sistem kapitalis birokrat, yakni kaum birokrat yang mencari rente dari kekuasaan, bukan dari bisnis seperti kapitalis sehingga menyebabkan banyak pejabat yang korup dari pusat hingga daerah, preman preman berjubah, dan ormas preman yang fasis.
Pun pada sisa kolonial, Indonesia tidak sempurna menjadi negara kapitalisme dalam persaingan pasar sehingga lebih cocok disebut pasar ketimbang produsen. Kenyataan ini memunculkan mentalitas konsumtif ketimbang produktif di tengah kepungan perusahaan multi nasional. Pada sisi mentalitas, penjajahan atas fisik dan mental bangsa Indonesia selama 3,5 abad menyiskan sikap rendah diri. Faktanya, menggunakan simbol Barat dan Arab lebih bangga ketimbang jati diri bangsa sendiri. Konsumerisme, westernisasi, arabisme, dan inferiorisme merupakan kebanggan bangsa yang tidak percaya pada martabat bangsa sendiri.

Bagaimana Jalan Keluar dari Demokrasi Liberal Sekarang Ini

Di tengah kepungan musuh bersama itu, kemajuan berdemokrasi bisa dicapai dengan memajukan corak ekonomi politik karena demokrasi sangat dipengaruhi oleh sistem itu. Selama wataknya kapitalistik, model demokrasi apapun akan digunakan untuk mengambil rente/ akumulasi keuntungan.
Dalam kontestasi sekarang ini, perpindahan aturan KK ke IUPK Freeport misalnya, adalah bagian penting perjalanan kedaulatan negara, di mana semua kegiatan ekonomi baik lokal maupun multi nasional harus tunduk pada konstitusi. Pada skala mikro. Pada skala mikro, berdaulat adalah negara tidak takut atas segala macam intimidasi, diskriminasi, korupsi, dan ekstrimisme.
Begitu pula berdikari, dalam skala makro di antaranya tumbuhnya BUMN, BUMD, dan industri nasional yang sehat dan percayanya negara pada kekuatan masyarkat sendiri ketimbang impor. Pada skala mikro, muncul dan berkembangnya BUMDes, agroindustri dan ekonomi kreatif, serta pendeknya saluran distribusi hingga harga murah bisa dinikmati semua. Adapun berkepribadian adalah tumbuhnya spirit budaya nasional serta hilangnya mentalitas pejabat pengejar rente dari jabatannya dan reformasi birokrasi yang melayani dan anti pungli .
Dalam kontestasi pilkada serentak yang tidak akan lama lagi diselenggarakan, setiap politisi perlu memajukan proses kampanye politik dari kampanye tradisional melalui pendekatan kedaerahan, agama, dan popularitas ke kampanye politik maju melalui serangkaian program strategis bagi rakyat, terutama kemandirian sektor pokok seperti pangan, pendidikan, dan pemerataan ekonomi produktif. Jika kemandirian dijadikan acuan kebijakan strategis, maka kemacetan kemacetan politik seperti di atas tidak akan mendapat tempat di bumi Indonesia.



[1] Penulis adalah sekretaris DPD Jaringan Kemandirian nasional (JAMAN) Jawa Barat

0 komentar:

Posting Komentar