Gerakan PMII dalam Konteks Lokal[1]
Lokalitas Kota Bandung |
Gerakan PMII merupakan satu sinergitas gerakan yang dilakukan dengan berbagai kondisi objektif, baik spirit nilai, kerangka paradigmatic, dan kerangka strategi dan kerangka taktik gerakan. Di satu sisi, bangunan nilai dasar pergerakan dan ahlusunnah waljamaah dihadapkan pada kondisi kekinian baik konteks global, nasional, maupun local.
Di sisi lain, gerakan PMII ditantang
oleh kondisi kekinian yang sangat kompleks, baik persoalan krisis gerakan
intelektual, jebakan kapitalisme yang mewujud pada perebutan ruang-ruang
politik dan perebutan sumber-sumber ekonomi, dan juga pada ketidakbedayaan
melakukan daya tawar PMII yang konkrit bagi perjuangan jangka panjang, baik
system kaderisasi yang massif untuk 5 tahun mendatang, daya tawar PMII untuk
ekonomi politik kekinian, dan perjuangan kedaulatan nasional yang mulai
dirongrong pihak asing.
Untuk konteks gerakan PMII kota Bandung,
prakondisi konsolidasi gerakan itu bisa dimulai dari pembacaan ekonomi politik
kota Bandung, kondisi objektif PMII kota Bandung, baik kondisi internal dan
eksternal, hingga, resolusi-resolusi yang digagas dan digerakkan, baik yang
sudah, sedang, maupun yang akan dilakukan. Pemahaman dan konsolidasi atas
geopolitik dan ekonomi politik ini akan mampu menciptakan gerakan lokalitas
PMII kota Bandung benar-benar menjadi organisasi gerakan mahasiswa yang
progressif mengawal ke-Islaman, ke-Inonesiaan, dan kemanusiaan.
A. Pembacaan Kondisi Lokalitas Kota Bandung
Pembacaan Lokalitas Kota Bandung |
Secara geopolitik, kota Bandung
merupakan kota metropolitan yang konsentrasi di wilayah industri dan jasa.
Pembacaan kota Bandung sebagai wilayah jasa dan industry ini tentunya tidak
bisa dilepaskan dari watak modernisasi yang melingkupinya, yakni individualis,
rasional, dan syarat akan dominasi akumulasi modal. Begitu juga secara ekonomi
politik, pertarungan antara kekuatan modal dan kekuatan intelektual sebagai
bagian ta terpisahkan dari modernisasi kota Bandung ini menjadi keniscayaan
yang tak bisa dipisahkan dalam perjuangan gerakan PMII itu sendiri, baik
perjuangan kaderisasi maupun perjuangan advokasi.
Fenomena yang bisa diambil misalnya, di
bidang ekonomi munculnya kekuatan investasi di bidang pariwisata, industry dan
jasa sebagai penyangga ekonomi kota Bandung. Pada sisi budaya, hadirnya
kekuatan budaya local yang santun, gotong royong, kreatif, dan menyukai
egaliarianisme mewarnai kota Bandung sebagai kota kreatif dan aktif, baik dari
sisi seni dan budaya, berhadapan dengan budaya serapan yang westernian
cenderung membuat kota Bandung menjadi metropolitian, heterogen,
individualistik, sehingga tidak bisa dengan mudah dikonsolidasi oleh satu
system budaya dan kebijakan.
Pada sisi politik, munculnya sosok
pimpinan yang teknokratis turut mewarnai berbagai kebijakan yang dilakukan.
Hubungan teknokrasi dengan investasi misalnya, melahirkan kebijakan lingkungan
yang ramah, juga dilandasi semangat komerasialisasi yang ccendeng mengedepankan
bangunan infrastruktur di banding dengan sisi kewargaannya. Kekuatan kota
Bandung yang lain adalah media yang aktif menjadi satu pencerahan dalam bidang
informasi dan berita. Irisan antara kepentingan pemilik modal dan infomasi yang
berimbang juga turut menjadi penentu gerakan perubahan kota Bandung
Pada sisi lain, gejala internal gerakan
mahasiswa di kota Bandung itu sendiri masih dihaapkan pada jebakan
kapital yang menggiurkan sekaligus menjadi racun, termasuk di dalamnya
PMII Kota Bandung. Pada konteks inilah idelogogi kebangsaan sebagai perekat dan
kekuatan utama gerakan masih terus diuji dalam men-counter skema kapital di
Kota Bandung. Paling tidak, gerakan ekstraparlementer kota Bandung disuguhkan
pada racun modernisasi tersebut, yakni kontradiksi ekonomi yang bermuara pada
perebutan sumber ekonomi, dan kontraiksi politik yakni perebutan struktur
politik, juga termasuk di dalamnya relasi politik.
Tentu tidak semuanya bisa digeneralisasi
secara hitam putih karena watak kota Bandung yang modern pun memiliki kolerasi
yang positif dengan gerakan-gerakan ekstraparlementer, baik gerakan issue
lingkungan, issue hukum, issue gender, dan gerakan mahasiswa termasuk di
dalamnya PMII itu sendiri. Kuatnya kesadaran ilmiah di gerakan mahasiswa
misalnya, mampu menjadi penegas arah perjuangan, telepas dari konflik dan
masalah-masalah internal yang melingkupinya. Kesadaran kuat atas konsolidasi
pengetahuan, pembangunan jejaring gerakan, dan kuatnya mekanisme kepemimpinan
dan political will yang dilakukan, merupakan suatu kekuatan yang bisa dijadikan
pelopor gerakan-gerakan di kota Bandung.
B. Analisa Gerakan PMII Kota Bandung
Perjuangan geakan PMII di Kota Bandung,
pada dasarnya merupakan hubungan interaksi antara factor eksternal yang
mempengaruhi, dengan kekuatan internal PMII sebagai factor penentu. Maka dalam
hal ini, pembacaan kondisi objektif PMII kota Bandung pun merupakan pembacaan
yang sangat menentukan dalam pembangunan strategi dan taktik gerakan PMII di
Kota Bandung.
Analisa Gerakan PMII Kota Bandung |
Secara umum, analisa gerakan ini bisa
diklasifikasi melalui kekuatan, kelemahan, tantangan, harapan.
a. Kekuatan
Secara general, kekuatan utama PMII Kota
Bandung ditopang oleh budaya ilmiah yang progressif, serta system kaderisasi
yang terawat, dan budaya gerakan yang terpimpin dan terorganisir, pembangunan
jejaring dengan aliansi-aliansi lain. Budaya ilmiah progressif di antaranya
dengan massifnya system diskusi di rayon-rayon, komisariat, dan cabang.
Diskusi di rayon mengurai system nilai
ke-PMII-an, kebangsaan, dan ke-Islaman, terutama di dalamnya mengurai filsafat
dasar sebagai pijakan bepikir, diskusi kelimuan dan wacana progressif, kajian
ke-Islaman, bedah buku, diskusi fakultatif sesuai kebutuhan rayon,
diskusi berbasis issue, misalnya issue gender, issue HAM, dan issue
kemahasiswaan.
Di tingkat komisariat, diskusi yang
dilakukan berupa pemetaan atas kenyataan social, ekonomi, maupun politik dan
kebudayaan, kebijakan-kebijakan kampus, advokasi kebiajakan, maupun pembangunan
aliansi gerakan mahasiswa tingkat kampus. Begitu pula dengan diskusi cabang,
konten kajian bersama isesuaikan dengan pembacaan lokalitas kota Bandung,
dengan perbandingan analisa nasional dan global sehingga muncul kebijakan
oganisasi, baik persoalan kaderisasi, pembangunan jejaring dan aliansi gerakan,
serta pembangunan gerakan pesantren dan gerakan lintas iman.
Misalnya, kebijakan konflik KPK Vs
Polri, kebijakan bulog, kenaikan BBM, dan penyikapan atas konferensi Asia
Afrika yang beberapa waktu dilakukan, pembangunan front bersama Front Pejuangan
rakyat (FPR), aliansi cipayung, Flads, kerjasama dengan BNPT untuk melakukan
advokasi terhadap radikalisme ISIS, Kerjasama dengan Civic Islam untuk konsen
di Fiqih Kebangsaan dan beberapa hal lain merupakan akumulasi dari budaya
ilmiah yang pogressif.
Pada sisi yang lain, mulai menguatnya
konsolidasi internal dengan basis hingga alit PMII merupakan kekuatan segar
yang mampu bersinergi menjadi sebuah strategi gerakan PMII jangka panjang.
Meskipun belum menjadi sebuah front yang dilembagakan, akan tetapi
pontensi-potensi yang ada di dalamnya mampu menjadi actor yang leading di
sector masing-masing. Konsolidasi atas perlunya kesadaran akan sinergitas
perjuangan ini mewujud menjadi system keterpimpinan yang terorganisir dan mampu
meminimalisir domanisi kepentingan-kepentingan inividu di dalamnya.
b. Kelemahan
Meskipun di satu sisi PMII Kota Bandung
sedang kembali pulih dari persoalan panjangnya di internal, akan tetapi
beberapa kelemahan tetap saja ada, keleman tersebut di antaranya sebagai
berikut.
1) PMII
Kota Bandung memiliki corak revolusioner dalam gagasan, akan tetapi reformis
dalam gerakan sehingga gerakan yang dilakukan hanya bersipat parsial dan tidak
berkelanjutan. Watak reformis dalam gerakan tersebut misalnya karena di
internal PMII masih terdapat beberapa pola yang terjebak di elitisme gerakan
dan tidak bermuara pada agenda kaderisasi dan setting gerakan jangka
panjang.
2) PMII
Kota Bandung tidak masih terkendala oleh sinergitas jaringan gerakan yang kuat
mulai ari Pengurus Rayon (PR), Pengurus Komisariat (PK), Pengurus Cabang (PC),
Pengurus Koordinator Cabang (PKC), hingga Pengurus Besar (PB) PMII. Hal ini
karena pola sistem jaringan yang dominasi faksi golongan masih kuat, dibangun
lebih bersifat kepentingan golongan ketimbang ideologi.
3)
Pengelolaan sumber daya ekonomi yang masih belum bisa mandiri. Absennya
sumber-sumber ekonomi gerakan menyebabkan PMII Kota Bandung harus kembali
menggantungkan diri pada kantong-kantong senioritas dan anggaran program
kerjasama dengan pihak lain yang sevisi perjuangan.
4)
Absennya ruang ekonomi menjadi kendala bagi Sumber Daya Manusia (SDM) yang
hadir di dalamnya, terutama pengurus yang dihadapkan pada persoalan kebutuhan
dasar yang tidak bisa dipenuhi dari ruang-ruang gerakan. Kondisi ini
menyebabkan seleksi alam yang didasarkan pada kepentingan ekonomi dan profesi
sehingga turut mengganggu massifnya gerakan PMII Kota Bandung.
5)
Diaspora gerakan yang lemah, yakni pola multi level strategi untuk penguasaan
lini sector masih belum berjalan secara efektif dan efisien. Fenomena
menumpuknya kader potensial dan berkebutuhan khusus karena ruang ruang gerak
yang terbatas menjadi salah satu kendala yang menghambat perjuangan PMII jangka
panjang.
c. Tantangan
Kebijakan-kebijakan dan budaya PMII yang
terjadi di internal cabang itu sendiri kini berangsur pulih dan membaik. Begitu
pula pembangunan jaringan aliansi dan konsentrasi cabang pada issue-issue
strategis menjadi angin segar yag berdampak paa peningkatan kualitas kader dan
kualitas organisasi. Akan tetapi, PMII masih dihadapkan pada tantangan yang
hadir di depan mata, misalnya daya tawar PMII menghadapi issue nasional
seperti MEA, Konferensi Asia Afrika, dan berakhirnya pogram MDG’s yang
terjadi pada tahun ini, pengawalan atas kebijakan-kebijakan stake holder
mengenai infrastruktur berpola developmentalisme, pengembangan kaderisasi di
kampus-kampus umum yang masih minim, leading sector di jaringan sesama aktivis,
LSM, lintas iman, dan media, serta perjuangan riil dengan basis marginal warga
kota Bandung.
d. Harapan
Berbagai kondisi tersebut di atas
merupakan kondisi kekinian yang harus segera direspon dan diantisipasi, kecuali
jika PMII Kota Bandung hanya akan menjadi pelengkap kebijakan dan issue yang
berkembang, bahkan hanya menjadi organisasi gerakan yang absurd karena tidak
memiliki format strategi dan taktik gerakan. Tentunya selama PC PMII Kota
Bandung memiliki format stategi dan kebijakan organisasi yang terpimpin dan
terorganisi serta memiliki system kaderisasi yang massif, maka PMII Kota
Bandung masih bisa menjadi element pelopor untuk melakukan gerakan perubahan di
kota Bandung sesuai dengan NDP dan prinsip ahlusnnah waljamah, kebangsaan, dan
kemanusiaan.
Gerakan PMII berbasis Lokalitas |
Melalui tulisan ini, PMII diharapkan
mampu mempeketat system administasi sebagai control atas ruang masuknya
kepentingan subjektif dan intrik di dalamnya, memperkaya diaspora gerakan dan
distribusi kader, serta melakukan moderniasi gerakan, baik di ruang kaderisasi,
kerangka paradigmatic, kebijakan politik, maupun strategi pergantian
kepemimpinan. Begitu pula dengan hubungan dengan ruang-ruang public di
kota Bandung, PMII diharapkan siap tampil menjadi garda depan melakukan
gerakan, baik secara organisasi, maupun skill individu. Untuk itu, peningkatan
kapasistas kader melalui serangkaian pengetahuan dan pengalaman praktik menjadi
prasyarat untuk terbentuknya individu dan organisasi maju.
Semua kerangka pemikiran ini merupakan
sebuah refleksi dan analisa. Sebagus dan seburuk apapun kerangka pmikiran, pada
akhinya akan diuji dan ditentukan di dalam kerja praktek di lapangan. Semua hal
ini bergantung kepada komitmen bersama dalam melakukan konsistensi gagasan dan
gerakan PMII Kota Bandung saat ini dan masa depan.
Tangan terkepal dan
Maju Ke Muka,,,,, Lawan!!!!
Salam Juang,
Iji Jaelani[2]
0 komentar:
Posting Komentar