Gus
Dur, tokoh inspiratif yang telah pulang 7 tahun yang lalu, pada kali ini seolah
hadir di hadapanku, menyampaikan hal yang mendasar dengan bahasa yang sangat
lugas. Hal yang menghantam cara pandang yang pragmatis seperti selama ini
terjadi. Cara pandang yang akan menggusur fanatisme, ekstrimisme, dan arogansi.
Kisah Gus Dur dan Mata Allah
Kata Gus Dur |
Apa
yang Ia sampaikan berdasarkan hasil obrolan ringan dirinya dengan Mughni,
seorang Mahasiswa di depan kampusnya. Pada posisi ini, aku tak berani mengubah
redaksi kata seperti yang dituturkan sumber riwayatnya, tak berani mengubah
diksi, kalimat, apalagi isi. Aku tulis apa adanya agar natural dan apa adanya,
tanpa dilebihkan dan dikurangkan. Critanya berikut ini.
Tanpa
didampingi siapa pun, Gus Dur dan aku bertemu di warung nasi depan kampusku.
Pakaian batik dan sarung membungkus tubuhnya, peci yang miring serta kacamata tebalnya melengkapi kediriannya.
Dialog yang bagiku aneh pun terjadi. Aneh karena perbincangan kami kesana
kemari, tak jelas arahnya.
Gus
Dur :
|
"Sebenar
apa pun tingkahmu, sebaik apapun prilaku hidupmu, kebencian dari manusia itu
pasti ada. Jadi jangan terlalu diambil pusing. Terus saja jalan.!"
|
Mughni
:
|
"Iya,
Gus. Tapi.."
|
Gus
Dur :
|
"Bagaimana
tidak repot, hidupmu terlalu banyak 'tapi'.!"
|
Mughni
:
|
"Hehehehe.."
|
Gus
Dur :
|
"Apa
kamu kenal Wa Totoh? Maksud saya KH. Totoh Ghozali."
|
Mughni
:
|
"Disebut
kenal ya tidak, tapi saya sering mendengar ceramah-ceramahnya di Radio."
|
Gus
Dur :
|
"Belajarlah
kamu kepadanya, bagaimana memurnikan tauhid masyarakat. Dia menggunakan
bahasa lokal sebagai senjatanya, memakai humor cerdas tanpa hina dan
caci."
|
Mughni
:
|
"Baik,
Gus, kalau itu perintah Panjenengan."
|
Gus
Dur :
|
"Ini
bukan perintah, ini memang sesuatu yang seharusnya kamu lakukan sebagai
Da'I."
|
Mughni
:
|
"Laksanakan."
|
Gus
Dur :
|
"Kamu
suka menulis?"
|
Mughni
:
|
"Tidak,
Gus, tulisan saya buruk sekali. Saya coba menulis puisi atau cerita pendek,
tapi benar-benar buruk hasilnya."
|
Gus
Dur :
|
"Rupanya
kamu belum pernah dilukai seorang wanita, makanya tulisan kamu tidak
bagus."
|
Mughni
:
|
"Lha,
Panjenengan tau darimana kalau saya belum pernah dilukai wanita?"
|
Gus
Dur :
|
"Ya
itu tadi, karya sastramu buruk sekali."
|
Mughni
:
|
"Hmmmmm..”
|
Gus
Dur :
|
"Kamu
pernah pesantren?"
|
Mughni
:
|
"Pernah,
Gus."
|
Gus
Dur :
|
"Dimana?"
|
Mughni
:
|
"Di
Al-Falah sama di Al-Musaddadiyah."
|
Gus
Dur :
|
"Rupanya
kamu Santri Kyai Syahid sama Kyai Musaddad."
|
Mughni
:
|
"Iya."
|
Gus
Dur :
|
"Saya
juga sering bersilaturahmi ke beliau-beliau itu. Mereka salah satu penjaga
Islam Ahlussunnah wal Jama'ah."
|
Mughni
:
|
"Ketika
jadi Santri, saya nakal sekali. Saya merasa malu kepada beliau-beliau itu,
Gus."
|
Gus
Dur :
|
"Saya
beritahu kamu, kebaikan seorang Santri tidak dilihat ketika dia berada di
Pondok, melainkan setelah dia menjadi alumni. Kamu tinggal buktikan hari ini,
bahwa kamu adalah santri yang baik."
|
Mughni
:
|
"Terima
kasih, Gus."
|
Gus
Dur :
|
"Dunia
tanpa pesantren, bagi saya adalah siksa. Bersyukurlah karena kamu pernah
menjadi bagian di dalamnya."
|
Mughni
:
|
"Iya,
Gus."
|
Gus
Dur :
|
"Kamu
mau tau rahasia hidup saya dalam memandang segala sesuatunya?"
|
Mughni
:
|
"Tentu,
Gus, saya ingin tau rahasia panjenengan."
|
Gus
Dur :
|
"Dalam
memandang segala sesuatu, gunakanlah 'mata' Allah."
|
Mughni
:
|
"Waduh.
Bagaimana contohnya?"
|
Gus
Dur :
|
"Contohnya
begini. Ketika saya didatangi banyak orang yang meminta perlindungan, apakah
orang itu benar atau salah, saya terima semuanya dengan lapang dada. Karena
apa? Saya selalu yakin, Allah lah yang menggerakan hati mereka untuk datang
kepada saya. Jika saya tolak karena mereka bersalah, itu sama saja saya
menolak kehendak Allah. Perlindungan saya kepada orang-orang yang disudutkan
karena kesalahannya itu, bukanlah bentuk bahwa saya melindungi kesalahannya,
tapi saya melindungi kemanusiaannya."
|
Mughni
:
|
"Duh.."
|
Gus
Dur :
|
"Lebih
jauhnya begini. Jika kamu membenci orang karena dia tidak bisa membaca
al-Qur'an, berarti yang kamu pertuhankan itu bukan Allah, tapi al-Qur'an.
Jika kamu memusuhi orang yang berbeda Agama dengan kamu, berarti yang kamu
pertuhankan itu bukan Allah, tapi Agama. Jika kamu menjauhi orang yang
melanggar moral, berarti yang kamu pertuhankan bukan Allah, tapi moral.
Pertuhankanlah Allah, bukan yang lainnya. Dan pembuktian bahwa kamu
mempertuhankan Allah, kamu harus menerima semua makhluk. Karena begitulah
Allah."
|
Mughni
:
|
"Ya
Allah.."
|
Catatan:
Cerita
ini kuambil dari status facebook, Pak Thomy Setiawan, sosok yang suka
memposting hal hal yang inspiratif. berdasarkan hasil percakapan antara Gus Dur
dengan Mughni. Terlepas validasi redaksi ceritanya, maknanya kian mendalam,
menghujam, dan menyadarkan pandangan duniawi yang selama ini menyempitkan
pandangan, kembali kepada titik nol yang mendasarkan segala sesuatu kepada Allah. Kisah ini dicuplik dari Tausiyah Guru Niam Muiz (Haul Gus Dur yang
ke-6)
Perjalanan tokoh yang sangat berpengaruh lainnya klik John Lenon
0 komentar:
Posting Komentar