kau anomali atas logika yang ada |
Izinkan aku sekali ini, mengeja kata per kata untuk merasakan derasnya
kehadiranmu yang selama ini kuenyahkan
Izinkan kubersandar atas segala kerapuhan, hitungan langkah yang terlunta,
tatapan mata yang nanar menghadapi jauhnya fatamorgana.
Tugas ini seakan menyilaukan, lupa bahwa kau tempatku bercengkrama dan bermanja dalam peraduan.
Berarak aku menjadi figuran atas pementasan parodi drama komedi negeri ini.
Saling mabuk kepayang, telanjang saling serang di medan perang.
Satu
persatu para panglima disandera kebebalan.
Para bandar kalang kabut, dikejar
kejar polisi dan penegak anti korupsi.
Para martir muda terlalu polos, tak
kuasa masuk arena, lantas balik kanan dan lari, layu sebelum berkembang, menua,
mengering, mati.
Sementara tukang akrobat, para penyamun, para budak, dijebak
oleh sabotase aturan yang memabukkan, saling tipu, saling sikut, saling jilat.
Persetan dengan semua sandiwara itu, gurauan kecil yang kadang menggelikan.
Persetan dengan semua oportunisme itu, sewaktu memegang bangku perkuliahan
menjadi sosialis, beranjak menua menjadi penganut kapitalisme yang taat.
Hanya
untuk mencari makan kemudian saling memakan, hanya untuk mengejar kehomatan
lantas menggadaikan kehormatan, hanya untuk mencari kemerdekaan kemudian
memenjarakannya di ruang sepi.
Semua rancang bangun dan kejatuhan itu mengingatkanku pada surat-surat yang
kau kirimkan padaku, persis sekali.
Kau mengingatkan padahal ku tak melihat,
mendengarkan padahal ku tak bicara, memelukku padahal aku jauh, mengambil
hatiku nyaris seperti takluknya Belanda pada Jepang tujuh dasawarsa yang lalu.
Aku semakin melihat dengan jelas kamu memang anomali atas logika yang ada,
kasihku.
Maafkanku kali ini kembali berperan pada teater negeri. Izinkanku membawamu
pergi, jangan sampai aku kembali lagi lupa arah, lupa tujuan, lupa kendali,
lupa strategi, lupa harapan.
Mewakili semua rinduku, aku tak mau kehilanganmu
kembali.
Bandung, 18 Desember 2015
Info Lain: Seruan Perjuangan Anak Desa
0 komentar:
Posting Komentar